Gema takbir berkumandang dari sehabis maghrib hingga pagi ini. Hari ini Minggu, 6 November 2011 bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijah 1432 H SMP Negeri 196 Jakarta mengadakan Sholat Ied di halaman sekolah. Sehabis sholat diteruskan dengan pemotongan hewan kurban. Pada kali ini SMP Negeri 196 Jakarta menyembelih hewan kurban 2 sapi dan 4 ekor kambing yang kemudian daging kurban akan dibagikan kepada yang berhak menerima.
Makna Idul Adha
Akar kata Kurban adalah Qaraba yang berarti dekat. Orang yang berkurban berupaya mendekatkan diri kepada Allah. Upaya mendekatkan diri pada Allah ini memerlukan pengorbanan, baik pengorbanan tenaga, perasaan, fisik, ataupun waktu. Apa pun bentuk ibadah atau amal shalih yang ditetapkan Allah, semuanya adalah bentuk pengorbanan sebagai sarana mendekatkan diri pada Allah. Jika kita melaksanakan seluruh perintah-Nya dengan ikhlas maka kita akan mencapai suatu proses yang disebut taqarub (dekat kepada Allah) atau karib. Peristiwa Kurban menggambarkan bagaimana keistimewaan keluarga Nabi Ibrahim yang telah berhasil menanamkan ‘satu kesamaan irama’ dalam mengutamakan Allah diatas segalanya. Apa pun tuntutan pengorbanan dari Allah, tak ada satu pun anggota keluarga yang menentang atau pun meragukan, sami’na wa ato’na (kami dengar dan kami taat). Ini yang patut dicontoh oleh keluarga-keluarga jaman sekarang. Walaupun hal tersebut tidak mudah dan membutuhkan proses. Salah satu keprihatinan kita adalah banyak masyarakat yang menjalankan ibadah secara ritual saja. Ini terjadi karena proses pembinaan iman yang belum mendalam hingga menimbulkan pemahaman peribadatan secara dangkal. Jika umat sudah sampai pada pemahaman yang benar tentang hakikat ibadah, hal-hal formal yang ada dalam ibadah harus dibawa dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya saat menyembelih hewan kurban di hari Idul Adha, kita harus menghayati makna pelaksanaan kurban seperti halnya Nabi Ibrahim. Semangat ini tidak boleh hanya Idul Adha saja seharusnya terbawa seterusnya. Jika pandangan seperti yang kita pegang maka ini yang akan merubah diri kita. Kurban berdimensi menanamkan rasa peduli, perhatian, dan kasih sayang kepada sesama. Tidak seperti di negera yang mayoritas penduduknya beragama Islam, di Indonesia perayaan Idul Adha kurang begitu meriah dibandingkan Idul Fitri. Ini adalah problematika budaya yang berdampak negatif. Perayaan Idul Fitri yang lebih meriah berdampak kita merayakan semangat kembali pada fitrah belum memiliki semangat berkurban. Dampak lainnya adalah banyak masyarakat yang tidak sempat beritikaf sebagai ibadah yang utama bulan ramadhan, mudik sebelum ramadhan pun dijadikan alasan tidak berpuasa, perayaan Idul Fitri yang berkepanjangan sehingga melupakan shaum sunnah Syawal, belum lagi problematika Tunjangan Hari Raya (THR) Idhul Fitri yang menyebabkan masyarakat berperilaku konsumtif. Apabila ada THR Idul Adha, maka hal itu dapat digunakan untuk mashlahat bersama, yaitu dengan membeli hewan kurban. Hal ini bisa melatih untuk menumbuhkan semangat pergorbanan dari pada semangat konsumtif. Selain itu sunnah mengumandangkan takbir pada hari raya Idul Adha itu 4 hari mulai dari 9-13 dzulhijah (hari tasyrik). Sedangkan mengumandangkan takbir Idul Fitri mulai dari magrib sampai subuh saja. Ini pertanda bahwa mengagungkan Allah pada Idul Adha lebih meriah. Yang saya khawatir ada upaya untuk membudayakan ini dalam rangka ghowzul fikri merusak pemikiran umat Islam hingga tak heran budaya ritualisme terus berkembang di masyarakat kita.
Sumber : M. Ihsan Tanjung